Sabtu, Februari 08, 2014

Kami Tidak Takut!

Sumber: http://iwanbanaran.com
Untuk kesekian kalinya, saya harus berurusan dengan polisi lalu lintas. Sore tadi, saat berkendara menuju PasFes Kuningan, saya dihentikan oleh petugas. Naik belalang tempur tercinta, melewati jalan Rasuna Said dari arah Mampang. Untuk ke PasFes, saya harus memutar terlebih dahulu di U Turn sebelum fly over Banjir Kanal barat (Latuharhary). Berpuluh meter sebelum putaran, memang sudah saya lihat beberapa bikers yang dihentikan  dan sedang menandatangani surat2 (surat tilang pastinya).
Karena merasa tidak melanggar aturan lalu lintas, saya pun tenang2 saja melintas. SIM: ada, STNK: ada, lampu: Nyala, Spion: Masih dengan pasangan tercintanya.
Dan saya pun terkaget, motor saya dihadang, kemudian disuruhnya menepi. Sekilas terbaca di dada kanan, nama petugas yang menyuruh saya menepi: (Sebut saja) Kampret “S”. Lalu beliau mulai menginterogasi:

Petugas: “Minggir dulu mas”
Berhentilah saya, agak minggir.
Petugas: “Tolong perlihatkan surat-suratnya”
Saya: “salah saya apa ya pak?”
Petugas: “Keluarin dulu SIM sama STNKnya”
Saya: “Nggak bisa pak, saya gak mau kalau bapak nggak kasih tau apa salah saya”
Petugas: “Keluarkan aja, kalau kamu gak ada masalah ntar juga dilepas”
Saya: “saya bukan orang yang buta aturan pak, Bapak nggak bisa paksa saya keluarkan surat, tanpa ada kesalahan, begitu peraturannya”
Petugas: “Peraturan mana begitu, pasal berapa?”
Saya: “Loh, petugasnya kan bapak, harusnya bapak donk yang lebih tau”
Petugas: “Kamu itu melawan petugas ya? Motor sedang banyak yang hilang, ini hanya pemeriksaan rutin, razia biasa. Jangan melawan petugas!” (Nada tinggi) Sambil merogoh
kunci kontak dan ngambil paksa kunci motor saya.

Saya orang Bugis, nggak bisa dipancing dengan nada tinggi, maka saya balas juga dengan nada tinggi.
Saya: “Bapak nuduh saya pencuri? Pak, kalau mau razia, minimal 50 meter di depan harus ada pemberitahuan, kalau bapak memang tugas razia, harus ada surat tugasnya, ada Surat Perintah Pemeriksaaan-nya, ada surat Razia-nya, nggak bisa semena-mena donk! Saya bukan orang yang buta aturan”
             Ini bukti saya nggak asal ngomong
Sumber: http://ceritawale.blogspot.com
Temen2nya sesama polisi mulai berdatangan. Saya lanjutin ngomel lagi.
Saya: “ Saya juga petugas pak, tapi gak petantang petenteng sok kuasa seperti bapak, kalau saya periksa orang, saya bawa surat tugas, saya perkenalkan diri saya, saya perlihatkan kartu pemeriksa saya, bicara baik-baik. Bukan cari-cari kesalahan seperti Bapak.” (Spanning, muka galak)
Petugas: “Tugas. Tugas, tugas dimana kamu memangnya”? (Ketus)
Saya: “Saya tugas di dirjen pajak, tugas saya periksa orang-orang yang belum bayar pajak”
Petugas: “Ya sudah, gak usah banyak omong, ini kunci kamu, sudah sana” Ngembalikan kunci kontak motor saya, terus berlalu pergi, nyari mangsa yang lain.
Saya nggak terima diperlakukan begitu. Saya minggirin motor supaya gak menghalangi mobil yang akan berputar (soalnya tadi agak kurang ke pinggir), sambil mata melototoin Pak S itu. Saya kunci stang motor, merogoh saku, ambil hape. Dengan wajah garang saya (atau sok garang lah), saya datangin Bapak itu.
Setelah dekat ke Bapak Petugas Yang Terhormat, saya integorasi dia.
Saya: “Nama Bapak siapa?” Sambil sok-sok nulis nama di hape
Petugas:”Kenapa kamu Tanya-tanya!”
Saya: “Lah tadi bapak juga main asal tanya ke saya. Saya mau catat identitas Bapak”
Petugas: “Ngapain kamu catat-catat” Mulai ketakutan nampaknya.
Karena Nampak semakin panjang dan rumit, datang seorang petugas lagi. Lebih muda, tetapi lebih tenang, berwibawa, dan terlihat ngerti aturan. Sepertinya temennya pak S ini tau, kalau kompatriotnya salah dalam menegakkan aturan. Mungkin juga dia atasannya pak S.
Petugas 2: “Ada apa ini pak?” Sambil merangkul saya dan menjauhkan saya dari Pak S.
Saya: “Saya ngerti Bapak-bapak ini petugas, menjalankan tugas, tapi gak gini caranya. Kasar, main berhentiin semua pengendara yang lewat. Lha wong saya gak ada salah kok disetop
Petugas 2:”Udah pak, damai aja yah, Bapak udah boleh lewat kok”
Pak S mendekati kami lagi, mau membela diri. Tapi sebelum dia buka suara, saya lanjut lagi interogasi.
Saya: “Bapak dinas dimana?
Petugas: “Kenapa kamu nanya2 dimana saya dinas? Sekarang mau kamu apa?”
Saya: “Saya mau laporkan bapak ke Kompolnas, sewenang-wenang ama warga Negara”
Petugas 2: “Udah-udah pak, damai aja, bapak boleh pulang”
Kemudian terdengar adzan maghrib di hape saya. Huh, save by the bell kamu pak, kalau nggak ada adzan, kamu akan mengalami sore hari terburuk dalam hidupmu, karena berani-beraninya berhadapan dengan saya.
Iihhh, sombong kali ya. Hehehe. Tidak-tidak, saya tidak setega itu. Hanya karena ingin pergi saja. Kasian kalau saya makin lama disitu, ntar mangsa mereka semakin berkurang. Atau bahkan, jadi ikut-ikutan berani mendebat petugas.
Dan kemudian saya pun pulang. Terlihat buruh bangunan di pinggir jalan yang sejak awal menonton adegan yang begitu indah saya dramatisir. Saya kirimkan senyum, dan mereka membalasnya dengan ramai-ramai mengacungkan jempol. Huhui… ^_^
Pelajaran dari peristiwa ini, baik dan sopan lah kalau menghadapi wajib pajak. Tanpa dipaksa pun, mereka akan membayar pajak, jika kita memberikan penjelasan terbaik yang menyadarkan mereka akan kewajiban dan kontribusi mereka dalam membangun bangsa, dengan cara dan sikap yang tepat. ^_^
Hehehehe, nggak nyambung yah. Dibikin nyambung dehhh. Damai aja ya! ^_^

2 komentar:

  1. Wah.. saya jadi gamang mau komen... takut diamuk.. soale g pegang surat tugas komentar... haha
    Salam kenal, mas...

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus