Sabtu, September 13, 2008

Repost From FriendsterBlog : Selamat Ulang Tahun Ayah...

0541-733XXX
Perlahan aku menekan tombol dengan kode area Samarinda itu melalui handphone ku…

Tuuttt…tuuu…ceklek..
Belum selesai nada sambung kedua, seorang wanita menjawab telepon di ujung sana,

“Haloo…”
“Assalamu’alaikummm…”
“Wa’alaikumsalaammm…”
“Pak Djuhaini nya ada??…” tanyaku dengan nada yang sedikit menggoda

"Ada... Ntar ya nak..."

Telepon tertahan, sayup terdengar percakapan di rumah itu….
“Papiiiii…buat mu nahh…dari Kepala Sekolah…” dilanjutkan bisik-bisik cekikikan.

Ahh…mami…masih saja suka bercanda dengan kekasihnya itu, padahal aku yakin, dari suaraku saja, mami sudah tau kalau aku yang menelpon…

“Ya…halo…Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumsalaamm… Selamat Ulang Tahun Pi…. Sudah 70 tahun nih….”
“Hahaha….Makasih nakk… Alhamdulillah, tidak terasa ini… Papi sudah makin tua saja, dinama kamu ini?”
“Masih di kantor Pi, Pontianak… Jadi, bikin acara apa dsana?”
“Ahh…mana ada, mami mu aja yg masak, seperti biasa, trus baca doa selamat, itu sudah…”
“Kadonya dek!!! Kalo gak angpaonya aja!!!” terdengar teriakan salah satu kakakku di belakang sana.

“Hahaha…gak…gak usah…ditabung aja uangnya buat kuliah di Jakarta nanti, kirim doa aja ya nak…” Papi menjawab tanpa aku bertanya, dia memang mengerti, selalu saja mengerti.
“Iya…Insya Alloh moga sisa umurnya diberi kesempatan banyak2 ibadah… Jadi, gimana tuh, anak bungsunya yg cewek sudah dilamar katanya, sudah netapkan tanggal kah?”

“Alhamdulillah….akad nikah kakakmu tgl 24, resepsinya 26, Oktober…Ya Nor ya?? Dia bertanya, meyakinkan, dan dijawab ya oleh kakakku yg dari 8 orang, tinggal dia yg belum menikah, selain aku tentunya, si bungsu lelaki.
“Kalo gitu….saya mau minta ijin ini….mmm…” suaraku sedikit tertahan, ragu rasanya.
“Mmm..knapa, mau bareng juga nikahnya? Hahaha…” Dia emang suka bercanda, papiku itu, ada-ada saja.

“Hahaha….” Aku tertawa kering. “Bukan itu…berarti saya gak bisa pulang lebaran ini Pi. Masalahnya kan sayang kalo bolak-balik, tanggal itu kan pas banget akhir bulan Syawal… gak pa pa kah ? ”

“Ohhh…ya gak apa2 lah, kamu kan sudah lama kerja disana nakk, pasti banyak teman juga kan yg harus dikunjungi, jadi gak terlalu sepi lah kalo lebaran disana itu . ”
“Iya kah… bener gak apa-apa ?” aku tau dia pasti kecewa, aku anak terakhir yg dari kecil, paling ia banggakan.

“Iya, gak apa-apa, betul, kan sudah jadwalnya seperti itu, masih suasana lebaran juga kan, kemaren bulan maret juga sudah pulang kan, ya gak masalah lah. Nanti abis kuliah juga bisa puas-puas disini kan, berapa lama kamu kuliah ? ”

“2 tahun Pi…ehm” suaraku tercekat di ujung leher, aku agak terkejut, dia bener2 bisa mengerti, padahal dulu, aku sering kali berselisih paham dengannya, karena keputusan yang kuambil, selalu saja bertentangan dengan keinginannya.

Aku ingat, dulu waktu mau masuk SMP, dia ingin aku bersekolah di SMP 6, dekat rumah dan kebetulan ia menjabat sebagai Ketua BP3 disana, tapi aku tidak, aku malah memilih SMP 1, yang jaraknya dari rumah justru sangat jauh.

Lalu waktu mau masuk SMA, dia menyarankan supaya aku sekolah di SMU 2, yang jaraknya cuma sejengkal dari rumahku. Lagi2 aku gak setuju, dan memilih SMU 1, yang kata orang-orang, tinggal manjat tembok pindah ke sebelah gedung buat anak2 alumni SMP1.

Begitu pula dengan keputusan ku yang lebih serius bersaing dalam pemilihan Ketua Rohis SMU, ketimbang menjalani penjaringan Balon Ketua OSIS, yang jelas-jelas, papiku itu bilang, lebih bergengsi. Tapi waktu itu, setelah menjelaskan alasan2ku, ternyata dia bisa mengerti apa yang aku pikirkan, dan sepertinya sejak saat itu, dia selalu bisa mengerti semua pilihan dan keputusanku.

“Yaa sudah kalau gitu, nanti waktu penjaringan Balon Ketua OSIS, kamu telat-telat aja datengnya, 1-2 jam lah, sudah pasti gak kepilih tuh”,
Hehehe.…dia malah memberi tips dan trik nya.
Dan benar saja, aku gugur di tahap terakhir, gak masuk 3 besar. Dan berkat nasihat2 dari dia juga aku bisa kepilih jadi ketua Rohis waktu itu.

“Komunikasi, yang penting itu, asal kamu bisa jelasin dengan baik, dan alasannya masuk akal, Papi pasti terima setiap keputusan yang kamu ambil nak.” begitu yang pernah dia bilang,waktu ku tanya knapa kita berdua sering berbeda pendapat.

“Trus…kapan kamu berangkat ke Jakarta?” aku tersadar dari lamunan…
“Mmm…sekitar akhir Desember ini Pi, masih nunggu surat panggilan soalnya.”
“Begini, tempo hari, papi ditanya sama Om kamu, nawarin tinggal di apertemennya di Jl Sudirman, katanya sekarang kosong, cuma ada yang bantuin jaga2 aja sekali-sekali kesana, kira-kira mau kah tinggal disana?” Hhmm…Sudirman kan jauh juga dari Bintaro, walaupun cuma 1x naek Transjakarta.

“Wah..agak jauh juga tempatnya Pi, lagian gak enak juga, masak mau kuliah trus tinggal di tempat mewah gitu, gak biasa kayaknya, ntar susah kalo ada keperluan di kampus juga kan, liat nanti lah, kalau ada kendaraan mungkin bisa, tapi kayaknya lebih bagus ngekos aja, sama teman-teman. Soalnya kampus saya bukan di Jakarta, Tangerang Pi…”

“Ohh..iya sudah, benar aja. Mmm sebentar dulu, anu… itu sepupu kamu si Mamad, katanya mau pendidikan juga dari kantornya itu, 6 bulan, ketemu aja kalo’ nanti dsana ya? ”

“Oh iya kah, sudah dsana kah dia?”
“Waduh…kurang tau juga saya ini, nanti papi tanya lagi lah. ”
“Oh…iyah..moga aja bisa ketemulah disana ntar.”

“Eh… sudah tau kah ponakanmu itu masuk mana, si "king-king"?
“Gimana…ceritanya?”
“SMA 1 kasian, hebatt, waktu penerimaan rangking 7 malah, dari 300an itu.”
“Ahh..sudah diatur kali tuh, sama Papi.” Sekarang ia memang Ketua Komite disana, heran juga, justru dia yang sekarang senang kalo ada cucunya yang masuk SMA1, coba waktu dulu, hmmm… "Manelah Bisseee..." cakap budak ponti.

“Ah mana adaa…Kepala Sekolah aja gak tau itu kalo ada cucunya Papi ikut tes, waktu sudah lulus baru Papi bilang sama dia.”

“Trus, sudah mulai sekolah kah dia sekarang….?”

“Iya kasian… Tau lah, hihihi….jadi Ketua Kelas….gak mau kalah sama Omnya kalo’…”

“Hahaha….bagus aja, kok bisa kepilih?”

“Yaa itu, heran juga, dipilih cewek-cewek katanya…”

“Hahaha….ngade-ngade jak,” masih tetep suka bercanda orang tua ini,
sampe-sampe aku gak sadar kalo aku menanggapinya pake logat Pontianak.

“Jadi…apa kegiatan sekarang?”
“Kerja aja Pi, sperti biasa aja, ini juga lagi ngurus cuti kuliah, takutnya ntar di Jakarta Drop Out, trus dikembalikan ke Pontianak, kan tetep bisa nglanjutin S1 nya, sayang kalo dilepas Pi…”

“Ya..kalo bisa jangan gagal yah, nanti diurus aja, minta penempatan di Samarinda, Balikpapan, atau Banjarmasin lah masih dekat…” nada bicaranya penuh doa dan harap.
Aku terdiam, tak bisa berjanji, takut kalau harapannya tak bisa ku penuhi.

“Yaa nakk…” mungkin ia bingung juga kenapa aku diam, belum bisa aku jelaskan saat ini, nanti, pasti datang saatnya.
“Iya..doain aja ya Pi…” aku menjawab, mencari area yang aman, agar tidak ditanya lebih jauh.

“Insya Allah, selalu didoakan kok…Mau bicara sama mami kah?” Tawaran yang menggiurkan, tapi..ini sudah terlalu lama, lain waktu pasti ada, dan biasanya waktu untuk mami ada di setiap minggu ba’da subuh, hari ini belum gilirannya.

“Gak usah kayaknya Pi, nanti aja saya telpon lagi..Itu aja dulu ya”
“Oh Iyaa..yaa..sudah..”

“Selamat Ulang Tahun lagi ya Pi…”
“Haha…iya ya..makasih nakk…”

“Salam aja buat semuanya, love you all” merinding aku mengucapkannya.
“Hah…ya iya…. apa??” Gedubrak….ngerti gak ya dia, hihihi, bodohnya aku
“Ahh…nggak…gak apa-apa Pii, udah dulu ya, Assalamualaikuum…” jadi malu sendiri nih…
“Ya… Wa’alaikumsalaam Warohmatulloh Wabarokatuh.” Slalu begitu, menjawab salam singkatku dengan sangat lengkap, dan aku tau, di balik sepenggal salam itu, tersirat jutaan doa darinya.

Selamat Ulang Tahun Ayah, aku kan slalu berdoa untukmu...

Pontianak, Jum’at 15 Agustus 2008
Pukul 16.10, Gudang Berkas, Seksi
TUP KPP Pontianak